Rabu, 01 Oktober 2014

Kualitas Pribadi Konselor


Konseling merupakan salah satu bentuk hubungan yang membantu. Makna bantuan di sini yaitu sebagai upaya untuk membantu orang lain agar ia mampu tumbuh ke arah yang dipilihnya sendiri, mampu memecahkan masalah yang dihadapinya dan mampu mengahadapi krisis-krisis yang dialami dalam kehidupannya. Tugas konselor adalah menciptakan kondisi-kondisi yang diperlukan bagi pertumbuhan dan perkembangan tersebut. 

Ada banyak faktor yang mempengaruhi keberhasilan dan pencapaian optimal dari sebuah hubungan konseling. Salah satu diantaranya adalah konselor as a person.  Bagaimanapun juga, kegiatan konseling  melibatkan interaksi yang intens antara konselor dan klien.  Hubungan mempribadi yang terjadi antara keduanya melibatkan informasi-informasi sensitif dan rahasia yang mungkin sama sekali tidak terungkapkan di luar ruangan konseling.  Suasana nyaman, hangat dan mendukung bagi terciptanya hubungan intens ini tentunya merupakan hal mutlak yang harus ada. Terciptanya suasana ideal seperti itu tentunya melibatkan konselor.  Dengan kata lain, konselor sebagai pribadi dengan segala keunikan karakteristiknya akan mempengaruhi keberhasilan dan kegagalan konseling.
Teknik dan pengetahuan konseling saja kiranya tidak dianggap cukup untuk mencapai hasil maksimal dalam hubungan konseling. Senada dengan ungkapan Rogers (1961)  yang mengatakan bahwa ciri kepribadian seorang konselor yang efektif lebih penting daripada dasar teori atau keterampilan tekhnik yang dimiliki, lebih jauh lagi George dan Christiani (1981), mengatakan bahwa ada tiga hal yang mempengaruhi konselor baik positif maupun negatif dalam kegiatan konseling sebagai kegiatan professional,yaitu:
1.     Kualitas Pribadi
2.     Pengetahuan tentang profesi
3.     Keterampilan khusus konseling
Maka keefektifan konseling sebagian besar diantaranya ditentukan oleh kualitas hubungan antara konselor dengan peserta didik. Dilihat dari segi konselor, kualitas hubungan itu bergantung pada kemampuannya dalam menerapkan teknik-teknik konseling dan kualitas pribadinya. Dimana kualitas pribadi konselor merupakan faktor yang sangat penting dalam konseling. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa kualitas pribadi konsleor menjadi faktor penentu bagi pencapaian konseling yang efektif, disamping faktor pengetahuan tentang dinamika perilaku dan keterampilan terapeutik atau konseling. Menurut Rollo May (1997 ; 165) persamaan pribadi merupakan hal yang penting didalam konseling karena konselor hanya dapat bekerja melalui diri mereka sendiri. Dengan demikian sangat penting dan esensial bagi konselor bahwa dirinya (self) dapat menjadi intrumen yang efektif.
Konselor as a person adalah role model bagi klien.  Oleh karena itu perlu kiranya bagi konselor  untuk memiliki dan menampilkan kualitas-kualitas pribadi tertentu yang pantas untuk menjadikannya sebagai panutan. Dalam konteks bimbingan dan konseling kualitas pribadi konselor  boleh jadi adalah modal utama dalam menjalankan  kegiatan bimbingan konseling yang efektif.  The most effective helper is one who has successfully integrated the personal and scientific part of himself or herself (Cormier & Cormier, 1985). Hal ini menunjukkan betapa pentingnya kualitas pribadi yang harus dimiliki oleh konselor.
Ada beberapa karakteristik yang mewakili baiknya kualitas pribadi konselor. Munro (Erman Amti: 1979) mengatakan bahwa meskipun tidak ada pola yang tegas tentang sifat-sifat yang harus dimiliki oleh konselor  yang efektif, seorang konselor sekurang-kurangnya hendaknya memiliki sifat-sifat luwes, hangat, dapat menerima orang lain, terbuka, dapat merasakan penderitaan orang lain, mengenal dirinya sendiri, tidak berpura-pura menghargai orang lain, tidak mau menang sendiri dan obyektif.  Senada dengan ungkapan Munro di atas, Cavanagh, 1982 dalam syamsu Yusuf  menyebutkan secara mendetail karakteristik-karakteristik konselor yang memiliki kepribadian  yang berkualitas sebagai berikut:
1.     Pemahaman diri (self knowledge)
Self knowledge berarti pemahaman yang dimiliki oleh konselor terhadap dirinya, segala tindakannya dan alasan dibalik setiap tindakannya. Pemahaman diri ini diperlukan karena: a) Konselor yang memiliki persepsi yang akurat tentang dirinya cendrung akan memiliki persepsi yang akurat pula tentang orang lain atau klien, b) Konselor yang terampil dalam memahami dirinya juga akan terampil dalam memahami orang lain, c)  Konselor yang memahami dirinya, maka dia akan mampu mengajarkan cara memahami diri itu kepada orang lain, d) Pemahaman tentang diri memungkinkan konselor untuk dapat merasa dan berkomunikasi secara jujur dengan klien pada saat proses konseling.
2.     Kompeten (competent)
Kompeten yang dimaksud di sini adalah bahwa konselor memiliki kualitas fisik, intelektual, emosional, sosial, dan moral sebagai pribadi yang berguna. Salah satu hal yang membedakan hubungan persahabatan dengan hubungan konseling adalah kompetensi yang dimiliki oleh konselor.
3.     Kesehatan psikologis
Konselor dituntut memiliki kesehatan psikologis yang lebih baik dari kliennya. Kesehatan psikologis menjadi penting karena ini menjadi dasar bagi pemahaman konselor terhadap perilaku dan keterampilannya. Kesehatan psikologis konselor yang baik sangat berguna bagi hubungan konseling. Konselor yang kesehatan psikologisnya baik memiliki kualitas sebagai berikut:  a)  Memperoleh pemuasan kebutuhan rasa aman, cinta, kekuatan, dan seks, b) Dapat mengatasi masalah-masalah pribadi yang dihadapinya, c)   Menyadari kelemahan atau keterbatasan kemampuan dirinya dan d) Tidak hanya berjuang untuk hidup tetapi juga menciptakan kehidupan yang lebih baik.
4.     Dapat dipercaya (Trustworthiness)
Kualitas ini berarti konselor tidak menjadi ancaman dan penyebab kecemasan bagi klien. Kualitas konselor yang dapat dipercaya menjadi penting karena beberapa sebab: a) Esensi tujuan konseling adalah mendorong klien untuk mengemukakan masalah dirinya. Jika klien tidak memiliki rasa percaya kepada konselor maka rasa frustasilah yang menjadi hasil konseling, b)  Klien dalam konseling perlu mempercayai karakter dan motivasi konselor, c) Apabila klien mendapat penerimaan dan kepercayaan dari konselor maka akan berkembang dalam dirinya sikap percaya terhadap dirinya sendiri. 
5.      Jujur (honesty)
Jujur di sini berarti bahwa konselor itu bersikap transparan  (terbuka), auntentik, dan asli (genuine). Sikap jujur menjadi penting dalam konseling karena hal-hal sebagai berikut: a) Sikap keterbukaan memungkinkan konselor dan klien untuk menjalin hubungan psikologis yang lebih dekat satu sama lainnya di dalam proses konseling dan b)  Kejujuran memungkinkan konselor untuk memberikan umpan balik secara obyektif kepada klien. 
6.      Kekuatan (Strength)
Kekuatan konselor sangat penting dalam konseling karena dengan hal itu klien akan merasa amanKonselor yang memiliki kekuatan cenderung menampilkan kualitas sikap dan perilaku berikut: a)  Dapat membuat batasan waktu yang pantas dalam konseling, b)  Bersifat fleksibel, dan c)  Memiliki identitas diri yang jelas
7.     Bersikap hangat
Bersikap hangat berarti ramah, penuh perhatian, dan memberikan kasih sayang. Melalui konseling klien ingin mendapatkan rasa hangat dan berbagi dengan konselor.
8.     Actives responsiveness
Keterlibatan konselor dalam proses konseling bersifat dinamis, tidak pasif. Melalui respon yang aktif, konselor dapat mengkomunikasikan perhatian diri terhadap kebutuhan klien. Konselor dapat mengjukan pertanyaan yang tepat, memberikan umpan balik yang bermanfaat, memberi informasi yang berguna, gagasan baru, berdiskusi tentang cara mengambil keputusan yang tepat, dan membagi tanggung jawab dengan klien dalam proses konseling.
9.     Sabar (Patience)
Melalui sikap sabar dari konselor saat proses konseling akan membantu klien untuk mengembangkan dirinya secara alami. Sikap sabar konselor menunjukkan lebih memperhatikan klien daripada hasilnya. Konselor yang sabar cenderung menampilkan kualitas sikap dan perilaku yang tidak tergesa-gesa.
10. Kepekaan (Sensitivity)
Kualitas kepekaan berarti bahwa konselor menyadari tentang adanya dinamika psikologis yang tersebunyi atau sifat-sifat mudah tersinggung, baik pada klien maupun dirinya sendiri. Klien yang datang untuk meminta bantuan konselor pada umumnya tidak menyadari masalah yang sebenarnya mereka hadapi. Bahkan ada yang tidak menyadari bahwa dirinya bermasalah. Pada diri mereka hanya nampak gejala-gejalanya (pseudo masalah), sementara yang sebenarnya tertutup oleh perilaku pertahanan dirinya. konsleor yang sensitif akan mampu mengungkap atau menganasis apa masalah sebenarnya yang dihadapi klien. Konselor yang sensitif memiliki kualitas perilaku sebagai berikut: (a) sensitif terhadap reaksi terhadap dirinya sendiri, (b) mengetahui kapan, dimana, dan berapa lama mengungkap masalah klien (probing), (c) mengajukan pertanyaan tentang persepsi klien tentang masalah yang dihadapinya, (d) sensitif terhadap sifat-sifat yang mudah menyinggung dirinya.
11. Kesadaran Holistik (Holistic Awareness)
Pendekatan holistik dalam konseling berarti bahwa konselor memahami klien secara utuh dan tidak mendekatinya secara serpihan. Namun begitu bukan berarti bahwa konselor seorang ahli dalam segala hal, di sini menunjukkan bahwa konselor perlu memahami adanya berbagai dimensi yang menimbulkan masalah klien, dan memahami bagaimana dimensi yang satu memberi pengaruh terhadap dimensi yang lainnya. Dimensi-dimensi tersebut meliputi: fisik, intelektual, emosi, sosial, seksual, dan moral spritual.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar